HAM sack by YC5YC |
Banyak teman-teman yang merasa aneh lalu
menyakan pada saya terkait unggahan saya di sosmed, entah itu di story whatsapp
maupun Instagram. Yaitu unggahan terkait dunia Amatir radio dan Amatir satelit
yang sedang saya geluti saat ini.
Untuk itu, saya ingin berbagi cerita tentang perjalanan saya menjadi seorang amatir radio. Cerita ini bermula saat saya duduk di bangku sekolah dasar, sejak dulu memang suka dengan hal-hal yang berkaitan dengan teknik elektronika. Saya mempelajarinya secara trial and error alias otodidak dari teknik menyolder hingga membuat rangkaian dasar.
Urusan saya bersama RF (radio frequency) dimulai sejak SMP, di mana saya suka mendengarkan radio saat sedang bersantai di kamar. Radio yang saya pakai adalah Kit tuner keluaran Gamma elektronik Purwokerto yang sekarang mungkin sudah tidak di produksi lagi, kit tersebut harus disambungkan terlebih dahulu dengan power supply, amplifier dan antena untuk mendapat siaran yang jernih. Nah, di momen ini eksperimen saya dimulai. Saya masih ingat betul, stasiun radio favorit saya adalah Dian Swara FM Purwokerto pada frekuensi 98.2mhz dan Kota Perak FM Jogja di 94.6mhz, tetapi siaran tersebut kadang tertutup spletan dari repeater broadcast ilegal. Dari situ saya mulai berkesperimen dengan berbagai model antena untuk mendapat siaran radio yang jernih. Saat itu saya mulai mengenal macam-macam antena radio seperti Jim slim, Mono pole, dipole, yagi, gamma match dan telex.
2014, saya penasaran dengan pemancar radio dan
cara kerjanya, lalu secara tidak sengaja, saya membaca sebuah artikel yang
intinya radio penerima (RX) dapat dijadikan pemancar (TX) dengan
cara sedikit mengubah bagian osilatornya, yaitu sebuah bagian yang berfungsi
memodulasikan audio menjadi gelombang radio. Lalu dengan ilmu dan alat yang
terbatas, saya mencoba ngoprek Tuner radio tersebut untuk dijadikan sebuah
Pemancar FM. Ternyata berhasil memancar hingga jangkauan 1km dari rumah. Yaitu
sebuah pemancar radio FM yang diberi penguat sinyal berupa transistor C930.
Saya tidak tau siaran saya di dengarkan orang atau tidak, saya hanya memutar musik di playlist laptop, tentunya hal tersebut adalah sesuatu yang illegal dan bertentangan dengan UU terkait penggunaan spektrum frekuensi radio.
Meskipun demikian, rasa penasaran saya semakin menggebu saat pelajaran fisika di SMP, apa yang disampaikan oleh guru dan buku pelajaran tidak sesuai dengan apa yang saya praktekan, yaitu terkait lapisan atmosfer. Dijelaskan bahwa ada beberapa lapisan atmosfer yang menyelimuti bumi, salah satunya yaitu lapisan Ionesfer. Guru menyampaikan bahwa Ionesfer berfungsi sebagai pemantul gelombang radio, dari pernyataan tersebut yang saya pahami adalah arah pancaran radio selalu vertikal ke arah langit dan diterima lagi oleh receiver di bumi pada jarak yang jauh, jika ionesfer berfungsi sebagai pemantul gelombang radio.
Namun kenyataanya, pemancar yang saya buat sangat tergantung pada topografi di sekitar, yang berarti arah radiasi pemancar saya adalah horizontal dan terbatas oleh jarak, yang berarti tidak dipantulkan oleh ionesfer. Selain misleading tersebut, pernah terlintas dipikiran tentang bagaiamana cara stasiun tv mengirim siaran dari studio ke satelit yang kemudian di siarkan ke rumah-rumah dengan receiver parabola seperti satelit Palapa? Bukanya gelombang radio terpantulkan oleh ionesfer? di situ saya bingung dan sempat menanyakanya pada guru saya. namun jawabanya tidak memuaskan.
Hingga 2015 dan sampai lulus SMA, pertanyaan itu belum terjawab. Saat SMA saya menggeluti dunia “power supply” saya membuat berbagai model powerbank dan alat-alat yang berkaitan dengan catu daya karena untuk melajutkan eksperimen pemancar, posisi saya kurang mendukung, saat SMA saya ngekost dan kosanya kurang representatif.
Saya lulus SMA tahun 2018, tetapi di tahun 2017 saya membuka usaha kecil-kecilan yaitu rental alat camping dan pendakian berupa Tenda, Matras, Sleeping Bag, Coking set, dll dan termasuk menyewakan HT.
Nah, dari HT ini eksplorasi saya terkait dunia radio muncul lagi setelah lulus SMA. Saya kadang berbincang-bincang dengan orang yang tidak saya kenal di radio komunikasi atau trannceiver ini. Radio saya berkerja pada frekuensi 137.000mhz – 160.000mhz atau biasa disebut radio 2 meter band. Secara internasional, penggunaan frekuensi radio terdapat regulasinya, termasuk di Indonesia. Penggunaan alat komunikasi radio yang menggunakan frekuensi harus memiliki ijin. Yaitu berupa IAR (Izin Amatir Radio) ataupun IKRAP (Izin Komunikasi Radio Antar Penduduk) yang sama-sama mengeluarkan callsign atau tanda panggil yang menjadi nama ketika operator sedang berbicara di udara.
Di Indonesia, terdapat 2 jenis callsign yaitu callsign dari ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia) dan dari RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Kedua organisasi ini berada di bawah naungan KOMINFO. Walaupun sekilas sama-sama ijin menggunakan frekuensi radio, ORARI dan RAPI memiliki perbedaan. Bedanya yaitu pada fungsi organisasi dan tujuannya. RAPI hanya sebatas sebagai wadah para pengguna alat komunikasi radio, sedangkan ORARI adalah wadah para penggiat amatir radio yang pada tugasnya selalu melakukan penelitian dan pengembangan terhadap dunia teknik radio dan elektronika. Untuk masuk ORARI diwajibkan mengikuti Ujian Negara Amatir Radio yang diselenggarakan oleh Kominfo, sedangkan RAPI hanya perlu mengikuti biimbingan organisasi.
Alokasi frekuensi dan batasan alatnya pun berbeda. Di ORARI memiliki 3 tingkatan yaitu Siaga, Penggalang, Penegak. Di tingakat siaga, operator memiliki alokasi penggunaan frekeunsi yang lebih luas, hampir di semua jenis frekuensi dengan batasan daya pancar maksimal 100watt untuk siaga. Callsign ORARI diawali dengan prefix YD/YG, YC/YF, YB/YE. Saat ini, saya masih berada di tingkat siaga dengan callsign YD2CLX, yang ketika dibaca saat berkomunikasi harus menggunakan aturan NATO Alphabet phonetic. YD2CLX dibaca Yengki Delta Two Charli Lima X-rey.
Sedangkan RAPI hanya punya alokasi frekuensi pada 142mhz-144mhz di 2 meter band. memiliki callsign dengan prefix JZ, juliet zulu.
Lalu kenapa saya tertarik gabung di ORARI?
perlu diketahui, teknologi radio yang sering diremehkan orang adalah sebuah teknologi yang membuat raja kartel narkoba dunia yaitu pablo escobar bisa tertangkap
ReplyDeleteBetul sekali mas, Pablo escobar tertangkap karena mereka memancar di frekeunsi radio amatir yang sebenarnya cukup mudah untuk dilacak. dengan fox hunting melalui perangkat sederhana, sumber pancaran radio bisa diketahui lokasinya secara akurat.
Delete