Memancing, semua
orang tahu dan bisa melakukan kegiatan ini. Terbukti dari para penggiatnya
memiliki rentang usia yang luas, dari anak kecil hingga mbah-mbah lanjut usia. Kegiatan
ini bukan sekadar memasang kail dan menunggu umpan disambar, melainkan erat
kaitanya dengan peradaban manusia sejak era pra-aksara hingga kini.
Banyak bukti bahwa memancing merupakan kegiatan kuno yang masih lestari hingga kini, seperti lukisan di Gua Lascaux, Prancis yang menggambarkan bagaimana kehidupan pada masa tersebut ketika mencari makanan dan mencukupi kebutuhanya dengan memancing.
Namun seiring berkembangnya zaman, kegiatan memancing kini bukan lagi sekadar untuk mendapatkan ikan, sekarang memancing menjadi sebuah hobi yang memiliki level prestis tersendiri. Jika sekadar mencari ikan, opsi membeli ikan di pasar bisa jadi lebih ekonomis dan praktis. Akan tetapi para penghobi saat ini berfokus pada “sensasi” yang didalamnya mencakup pengalaman baru dan tentunya prestis entah dari peralatanya atau hasil tangkapanya.
Malah sekarang memancing menjadi cabang olahraga baru. Ada yang memancing iseng, memancing galatama, memancing di arus deras, atau memancing di laut lepas. Semuanya memiliki tantangan yang berbeda-beda dengan kualifikasi peralatan yang berbeda pula, sebab medan dan objek tangkapanya juga berbeda.
Kali ini saya akan menceritakan keseruan saya ketika memancing di laut jawa! Saya juga akan menguraikan tutorialnya beserta informasi peralatan, biaya, tips dan trik untuk memancing di laut lepas.
Perjalanan ini saya mulai bersama rekan-rekan pengajian di komplek yang memang mayoritas juga suka memancing, karena bosan memancing di sungai pegunungan dekat rumah akhirnya kami berinisiasi untuk mencoba pengalaman baru untuk memancing di laut Jawa! Kami berlabuh dari Kota Pekalongan tepatnya dari pantai Slamaran.
Berbekal informasi dari rekan di Pekalongan, kami menemukan nelayan yang mau membawa rombongan kami ke laut Jawa. Nelayan ini memang biasa membawa wisatawan penghobi mancing ketika tidak melaut. Setelah mendiskusikan harga dan waktu keberangkatan, kami bergegas ke Pantai Slamaran menggunakan pick-up bersepuluh orang. Peraralatan memancing sudah dipersiapkan dengan sangat baik dan membawa perintilan cadangan, tidak lupa perbekalan untuk makan siang di tengah lautpun kami siapkan dengan propper. Kami berangkat subuh hari, jaraknya 2 jam perjalanan dari rumah.
Ketika sampai di dermaga, kami membeli umpan berupa udang yang masih hidup. Umpan ini kami simpan di box khusus yang dialiri udara melalui aerator portable agar udang umpan ini tidak mati di tengah laut. Kemungkinan umpan disambar lebih tinggi ketika umpan yang dipakai masih segar. kami membeli sekitar 250 ribu, udang yang didapat cukup untuk memancing 10 orang.
Kemudian kapal tiba menjemput kami di dermaga, nahkoda merangkap juga menjadi guide dan helper sebab beliau sendirian. Kami bersama om Negro sebutanya, tentu tidak perlu diragukan lagi skill beliau dalam berlayar dengan kapal yang berukuran sekitar 30 gross ton ini yang dibekali 2 mesin utama dan 1 mesin cadangan. Sangat cukup untuk membawa 10 pemancing, malah mungkin ini terlalu besar untuk memancing iseng di tengah laut. Dari desain dan perlengkapanya kapal yang kami tunggangi adalah kapal penebar jaring otomatis dengan kapasitas simpan ikan yang sangat besar di lambung kapalnya.
Kami berangkat ke arah utara pukul 7 pagi, karena kami newbie untuk mancing di tengah laut maka om Negro ini menyarankan untuk “mancing dasaran” sekitar 20 nautic mile, sekitar 37 kilometer dari lepas pantai. Zona ini sebenarnya termasuk spot terdekat, kedalamanya hanya sekitar 5-10 meter saja. Spot ini diambil mengingat kami memancingnya ketika siang hari dan juga peralatan yang kami bawa tidak bisa untuk memancing ikan yang lebih dari 10 kg. Sehingga spot ini dirasa yang paling cocok.
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami sampai ke titik yang dituju. Kami bergegas mengeluarkan joran dan memasang kail, mencoba beberapa sudut kapal yang paling nyaman untuk memancing. Belum ada 5 menit, umpan rekan saya disambar dan didapat ikan Lunartail atau biasa disebut ikan Tompel karena di ekornya terdapat spot hitam. Tentu sensasinya sangat berbeda dengan memancing di sungai pegunungan, di sini ikanya jelas di atas 500 gram, kadang dapat yang berkisar 1 kg hingga 1.5 kg. Selain lunartail, kami mendapatkan ikan tengiri dan juga Pomfret.
Kail tersambar bergantian, sensasi ketika strike begitu mengasyikan. Ikan melawan dengan ganas dengan rail senar yang terus berderit. Namun sebenarnya memancing di tengah laut bukan hal yang mudah jika belum terbiasa, duduk diam menunggu kail tersambar di kapal yang tergoyang ombak membuat perut mual dan kepala pusing. Ini baru dirasakan setelah sekian jam duduk di kapal, ketika perjalanan malah tidak membuat pusing. kami muntah-muntah berjamaah di tengah laut hingga akhirnya om Negro mesti turun tangan membantu kami set up pancing dan umpan di kala mabuk laut.
Tidak terasa sudah dhuhur, kami makan siang dan sholat di tengah laut. Kemudian melanjutkan mancing lagi. Hasil tangkapan kami sudah cukup banyak tetapi umpan masih tersisa. Di sini saya juga membawa radio HT sebab sinyal seluler sudah tidak menjangkau kami di tengah laut. Saya memonitor frekuensi maritime distress di Channel 16, saluran ini adalah saluran khusus kemarabahayaan laut yang di mana semua kapal harus standby di frekuensi ini untuk informasi darurat termasuk peringatan dini cuaca buruk. Channel 16 ini berada di frekuensi VHF 156.800 MHz.
Sejak pagi hari cuaca sangat bersahabat, cerah dengan langit biru yang terhampar. Namun pukul 2 siang kami mendengar siaran peringatan dini cuaca buruk dari Syahbandar Pekalongan radio dan menghimbau agar kapal-kapal tidak menuju ke arah utara sejauh 30 nautic mile. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk bergeser sedikit ke arah selatan sembari menghabiskan umpan yang masih tersisa.
Hingga senja datang kami sudah kelelahan, sisa bebrapa orang saja yang masih bertahan dengan joranya, yang lain sudah terkapar tidur di dek kapal. Kami kemudian menepi selepas maghrib dan berbegegas pulang dengan hasil tangkapan yang cukup banyak.
Kami mendapat lebih dari 35 kilogram ikan, sesampainya di rumah kami bagi rata tiap orang mendapat 3-4 kilogram. Saya rasa ini pengalaman baru dengan value for money yang sangat worth! Sebab biaya yang dikeluarkan impas dengan hasilnya, kami untung dengan pengalaman baru ini.
Untuk menyewa kapal om Negro ini, kami mendapat harga 900 ribu untuk satu hari penuh, bebas berangkat pagi hari atau malam hari. Bahkan anda bisa request untuk 2 hari sekaligus jika ingin sensasi yang lebih. Harga tersebut sudah termasuk solar, kita cukup menyiapkan bekal, umpan dan peralatan saja. Kemudian untuk bensin pickup kami membayar 200 ribu ditambah dengan umpan 250 ribu, totalnya 1.35 juta untuk 10 orang. Saya rasa ini sangat murah, sebab kami juga membawa pulang ikan sekitar 3-4kg, asumsikan jika ikan yang kami dapat memiliki harga 40 ribu/kg maka biaya 135 ribu tiap orang untung untuk ikan seharga 160 ribu.
Untuk para penggiat mancing yang biasa mancing di sungai, saya rasa anda perlu mencoba pengalaman ini sebab skill kalian yang dirasa hebat itu perlu diuji juga di tengah laut untuk naik level. Namun saya menyarankan agar memilih waktu yang pas agar tidak zonk menghadapi cuaca buruk. Anda bisa melakukan kegiatan ini di bulan juni hingga agustus ketika musim relatif bersahabat, kemudian perbekalan mesti dipersiapkan dengan propper termasuk makanan yang agak tahan lama untuk situasi darurat, membawa HT dan memantau frekuensi maritime distress, dan mengenakan pakaian windproof yang tidak panas agar tidak masuk angin.
Untuk rekan-rekan yang tertarik untuk memancing di tengah laut dengan sewa kapal om Negro ini, anda bisa menghubungi saya di laman kontak. Nanti akan saya beri kontak personalnya untuk reservasi kapal.